Pura Besakih terletak di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem. Pura tersebut terletak di lereng sebelah barat daya Gunung Agung. Pura Besakih dibangun dengan dasar konsep keseimbangan kosmos baik horizontal maupun vertikal. Horizontal yaitu keseimbangan melalui perwujudan Pura Catur Loka Phala, yaitu Pura Gelap (timur) untuk memuja Dewa Iswara, Pura Kiduling Kreteg (selatan) untuk memuja Dewa Brahma, pura Ulun Kulkul (barat) untuk memuja Dewa Mahadewa, dan Pura Batu Madeg (utara) untuk memuja Dewa Wisnu. Vertikal yaitu perwujudan dunia atas (Sapta Loka) dengan dunia bawah (Sapya Petala).
Nama Besakih berasal dari kata Basuki dan dalam beberapa lontar disebutkan Basukir atauh Basukih. Basuki berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Wasuki kemudian menjadi bahasa Jawa Kuna Basuki yang berarti selamat. Dalam mitologi Samudramanthana disebutkan bahwa Basuki adalah naga sebagai pembelit Gunung Mandara. Kompleks Pura Agung Besakih terdiri atas kelompok 18 pura dan kelompok 16 pura padharman. Kelompok 18 Pura ini terdiri atas Pura Penataran Agung sebagai pura pusat dan merupakan yang terbesar serta berdiri di tengah untuk memuja Dewa Siwa dan dikelilingi oleh 17 pura lainnya.
Berdasarkan lontar yang bernama Bhuwana Tattva Maharesi Markandya yang menceritakan kedatangan Rsi Markandya dengan tujuan untuk membuka tanah pertanian di lereng Gunung Toh Langkir (sekarang Gunung Agung) dengan pada abad ke 8M diikuti pengikutnya sebanyak 800 orang. Mereka segera membabat hutan untuk membuka lahan pertanian dan ternyata dalam usaha tersebut banyak pengikut Beliau yang meninggal dunia karena diserang wabah penyakit. Beliau kembali ke Gunung Raung dan melaksanakan tapa Samadhi, guna untuk memohon agar para pengikut Beliau selamat dan panjang umur merabas hutan di Bali. Setelah memperoleh waranugraha agar sebelum merabas hutan di Bali dilaksanakan pendirian tugu dengan pengisian panca datu (5 jenis logam yaitu perak, tembaga, emas, besi dan perunggu) dan membangun Pura Basukian. Bangunan tugu dengan panca datu tersebut merupakan awal pendirian Pura Besakih. Selanjutnya seorang raja Bali Kuna, Sri Kesari Warmadewa mendirikan Pura Merajan Selonding di kompleks Pura Besakih. Pada jaman pemerintahan Erlangga, Mpu Bharadah datang di Pura Besakih berdasarkan prasasti Pura Batu Madeg pada tahun 929 Saka (1007 M). Raja Sri Kresna Kepakisan yang memerintah sekitar tahun 1352 M di kerajaan Samprangan memerintahkan para Arya agar memuja Bhatara di Pura Besakih. Raja Gelgel seperti Dalem Ketut Ngulesir, Dalem Waturenggong dan pengganti-penggantinya menyuruh melakukan persembahyangan di Pura Gunung Toh Langkir yakni Pura Besakih. Selanjutnya raja Klungkung I yaitu Dewa Agung Jambe beserta raja-raja lainnya di seluruh Bali melaksanakan upacara-upacara dan pemeliharaan terhadap Pura Besakih.
No comments:
Post a Comment